sebab saya harus akui saya ini orang yang pelupa dan yang saya khawatir kan adalah tentang rokok..yah rokok karena saya pelupa saya khawatir saya tiba tiba melakukan hal tersebut di tempat yang salah.
Saya ..memang. familiar kota ini tapi itu sudah berlangsung lama lebih dari dua puluh tahun yang lalu.
Saat saya sudah memasuki pusat kota ku coba ku kumpul
kan semua ingatan ku terhadap kota ini dari gedung gedungnya jalan nya
semua ku coba di ingat ingat lagi dan yang lebih membuat saya antusias
lagi ketika penginapan yang saya tempati ada di daerah yang pernah saya
tinggali dulu yaitu daerah kampong glm sebuah daerah cagar budaya melayu
di singapura.
dan masih seperti dulu semua masih sama persis seperti dua puluh tahun
yang lalu, cuman saya sedikit kecewa karena sekarang kampoeng glam
sangat komersil sekarang saya tidak temukan lagi senyum ramah penduduk
melayu yang menyapah kita kalau kebetulan berpapasan. semua berubah
semua bernilai dengan dolar..!
Dulu jika kita sholat berjamaah di masjid sultan maka sehabis kita solat
berjamaah kita semua ngobrol membicarakan tentang kehidupan keseharian
kita.
Sekarang semuanya di ukur dengan dolar
Bahkan saya menemukan sebua famlet yang di tempelkan di kaca penginapan
tempat saya.., saya sampai menghela nafas kenapa singapura jadi berubah
seperti ini? apa ini semua akibat liberalisasi yang di terap kan
pemerintah nya? jujur saya sangat kehilangan senyum hangat khas melayu
riau . semua berubah jadi robot pengeruk dolar para wisatawan yang
datang.
di akhir catatan ringkas ini hanya ingin menanyakan ke diri kita sendiri
apakah kita juga mungkin akan seperti ini jika suatu saat daerah kita
jadi objek destinasi wisatawan dunia ? apakah budaya kita hanya akan di
jadikan film tutorial yang akan di tampilkan di musium musium sedang
yang aslinya hilang tergerus ambisi pundi pundi devisa? dan yang
terakhir semoga negri tetangga ini bisa jadi contoh kegagalan merawat
identitas dirinya sendiri..
0 comments:
Post a Comment